Nang
daerah cedek kenjeran, ono klinik jeneng klinik "TONG PES". Nang kono
ditulisi, sopo ae sing berobat nang kono gak waras, duwite dibalekno
sampek 5X lipat. Saben dino klinik iku rame terus, gara-gara slogane
sing provokatif. Tapi yo ngono, saben berobat nang kono, pasienne mesti
waras. Durung tau ono pasien sing komplain, gara-gara gak waras.
Akhire ono arek jenenge Mantili iseng2, pingin ben klinike gak iso
nangani ben duwite iso mbalik 5X lipat. Deweke ngarang penyakit sing
kiro-kiro aneh, sing wong durung tau krungu.
"Bib, aku iki kog duwe penyakit aneh yo?", curhat nang tabibe TONG PES
"Penyakit opo cak?", jare tabibe
"Iki loh bib, aku ben mbadog kog gak kroso opo-opo. Pedes, asin, legi, gak kroso blas."
"Owalah, iki ngono penyakit gampang diwarasno. Mei Lin, tulung jupukno obat No. 7."
"Iki cak, obate sampeyan ombe saiki. Ono perubahan opo gak?"
"(aku pura-pura gak kroso opo-opo ah, ben duwite iso mbalik)" Batine
Mantili. Barang diombe, eh... mantili keceplosan "Jancoook iki ngunu
duduk obat bib, tapi telek pitik, matamuuu picek tah?!!"
Tabib: "Wah, berarti wes waras raimu... Cangkemmu wes iso ngrasakno telek pitik barang..."
Akhire Mantili mulih karu nggremeng gak mari-mari... "Asuu, wedhooss, gateli tabib iku..!!"
Minggu ngarepe, Mantili iseng meneh, pingin berobat nang klinik TONG
PES. "Mugo-mugo ae aku gak apes cok, entok duwek akeh gae nggarap
wedokan."
"Bib, aku duwe penyakit aneh..."
"Opo iku?"
"Ngene bib. Aku akhir-akhir iki kog gampang lalian. Jek tas 5 menit nggacor wis lali sing di nggacorno..."
"Walah...gampang iku."
"(Cok, asuuuu, kog ngomong gampang meneh?)", batin Mantili sing wis merinding gak karuan.
"Mei Lin, tulung jupukno obat no. 7", jare tabibe..
"Bib ojok gateli yo raimu cok, aku moh nek obat no. 7"
"Loh opo'o?"
"Iku duduk obat suu, tapi telek pitik."
"Lah iku raimu eling cok, Berarti penyakitmu wis waras pek!!!"
"Wes bib, gak sudi aku gak kate brobat meneh. Gateelll Ben nang kene disuguhi telek pitik. Apes temen awakku..."
Tabibe ngguyu cekikikan ..!
Archive for 2015
Berobat Nang Klinik Tong Pes
Sent by: klemput80 posted on 05 July 2013
lebih sayang mobil
Pada suatu hari, seorang pengusaha membawa istrinya, bayi mereka yang baru lahir dan perawat dari rumah sakit di mobil Mercedes baru mereka.
Pada suatu hari, seorang pengusaha membawa istrinya, bayi mereka yang baru lahir dan perawat dari rumah sakit di mobil Mercedes baru mereka.
ini saya telah mengpos humor baru dan fresh fresh baca sendiri
Apa yang paling penting dalam hidup ini ya? Hidup bahagia atau hidup berguna?
Dua-duanya, memang sedikit berbeda, khususnya dalam praktek. Banyak diantara kita akan cenderung memilih “hidup bahagia”. Untuk itu kita berusaha gimana caranya bisa hidup bahagia. Kalaupun tak bisa mendefinisikan apa itu bahagia dalam arti hakiki, paling tidak umumnya kita akan berusaha mati-matian untuk menghindari “hidup menderita”.
Saya sering bertanya-tanya, sebenarnya apa itu bahagia? Apakah ketika hati gembira itu adalah pertanda kita bahagia? Apakah ukurannya memang “perasaan hati”? Ketika kekayaan kita bertambah, kita senang sekali. Itukah bahagia? Ketika kita dipuji, kita pun merasa “berharga”. Itukah bahagia?
Tapi anehnya, ketika melakukan kebaikan atau kewajiban yang tidak dilihat orang lain, kok kita biasa-biasa saja? Ga ada perasaan apa-apa? Apa perasaan anda ketika mau bangun tidur untuk shalat subuh, misalnya? Apakah timbul perasaan suka? Bukankah kita akan bertemu dengan Sang Maha Pencipta? Ataukah perasaan Anda hanya biasa-biasa saja? Kok beda sekali halnya ketika kita dipanggil untuk bertemu dengan orang yang kita hormati, kita cintai, idola kita … bisa-bisa nggak tidur semalaman!
Ada apa ini? Apakah ini pertanda “manisnya iman” sudah tercerabut dari hati kita? Saya jadi ingat salah satu tanda azab Allah kepada kita adalah dicabutnya perasaan “manisnya iman” saat kita beribadah kepada-Nya.
Lalu, mari kita baca kisah-kisah pada nabi dan para sahabat nabi. Bisa dibilang hidup mereka habis oleh berbagai penderitaan, paling tidak dalam ukuran penderitaan jasmani. Kesulitan demi kesulitan menghadang perjuangan mereka. Peperangan dan fitnah senantiasa terjadi sepanjang hidup mereka. Saya yakin, bila kita bandingkan dengan keadaan sekarang, kita akan mengatakan “mereka tidak bahagia”.
Betulkah demikian? Saya baca lagi, ternyata sekalipun secara jasmani mereka menderita, namun secara ruhani, jiwa mereka justru selalu diliputi kebahagiaan tiada tara. Mereka tidak pernah mengeluh, bahkan senantiasa bersyukur atas segala nikmat hidup yang mereka terima. Jadi ternyata ruhani mereka bahagia. Ruhaninya terhubung dengan Allah SWT. Kebahagiaan mereka hanyalah tatkala mereka mampu senantiasa bersyukur kepada-Nya dan senantiasa ikhlas menjalani setiap detik kehidupannya.
Subhanallah. Apa yang membuat mereka bisa begitu?
Ini memang berbeda dengan pencarian kebahagiaan kita. Mungkin memang ukuran kebahagiaan kita yang sudah salah. Kita mengukurnya dengan neraca biologis jasmani kita. Kepuasan perut kita, kesenangan farji kita, kebanggaan diri kita, pengakuan orang lain, hidup dalam kemewahan, hedonisme, dsb. Padahal ‘kan seharusnya adalah keridhaan Allah terhadap perbuatan dan pertumbuhan diri kita. Bukankah salah satu tujuan hidup kita adalah “berjalan menuju Allah SWT”? Sehingga fokus kebahagiaan kita hanyalah ketika kita merasa benar-benar “bergerak semakin dekat kepada-Nya”? Itu artinya kebahagiaan kita berada dalam koridor “perjalanan ruhani kita.”
Perjalanan pertumbuhan ruhani kita, agaknya banyak terkait dengan pertumbuhan pengetahuan kita, pertumbuhan amal shalih kita, pertumbuhan ibadah kita. Hanya dengan cara begitu kita “mendekati” Allah SWT.
Kalau begitu, kembali ke pertanyaan awal tulisan kita tadi, hidup seperti apa yang kita pilih? Saya cenderung pada pilihan “hidup yang berguna”. Ya, itu dia. Dan saya yakin, jika saya fokus pada jalan itu, saya pun pasti akan “hidup bahagia”. Paling tidak secara ruhaniah, ya nggak?
Menurut anda gimana?
salju
Diberdayakan oleh Blogger.